Siapa sangka kalo diberi gula? Manis, enak, dan mengenyangkan. Belum sempat ditelan, lidah yang tak sanggup merasakan manisnya pun langsung lemas tersentuhnya. Warna putih yang selalu membuatnya memikat dalam lingkupan keruh pandangan. Aneh memang kalo dideskripsikan, terkesan lebay dan kusam, ada juga yang bisa mengarah negatif. Bahasa aneh mulai ditimbulkan karena gula ini, yang terkadang membuat permen alami (membeku) alias karamel. Kenapa gini? Tebak siapa yang bisa mencairkan menjadikan putih kembali?
Ditemukannya dalam kabut gunung yang dingin di pagi hari. Aroma gula yang begitu melekat dalam indera penciuman, terlebih penglihatan. Ada kalanya dibukanya pintu mata batin, tidak ada ruang kosong yang mesti dikarungkannya butir demi sebutir. Aneh, bagaimana bisa barang yang begitu indahnya bisa dikarungkan dalam karung goni yang kusam, bau, kasar, dan biasa aja? Ada baiknya, kita bisa tertawa bahwa ada sebutir yang bisa diangkutnya oleh karung goni. Namun, yang menjawab malah kabar jahat, yang mestinya tak harus membuatnya kembali berkubang dalam lumpur hitam yang tak perlu dilihatnya lagi.
Sangka siapa pengangkut membawakan secerca kain putih dan alumunium foil, sebagaimana baju yang pas untuk sebutir "manis". Ramai dalam kegelapan mewarnai dinginnya kabut gunung yang selalu menemani lumbungnya, tanpa kakus dan bak yang layak. Kuli mencibirkan beberapa kiasan dan sepatah kata dalam kisah dua jari - jemari yang bernari - nari dalam lingkupan suasana dingin. Gula memberikan aroma manisnya, yang membuat pemberi kain dan alumunium tak habisnya menggambarkan sketsa dalam bayangan matahari maupun bulan.
Mimik wajah yang harusnya bisa dilukiskan dalam sketsa bahagia, terkikis hempasan entah kedustaan atau kebodohan. Cibirannya mengakar hingga cakupan "Sampah". Sosok sampah menjadi lekat dengan raga yang tadinya cerah, kini menjadi kusam dan tak berarti. Catatan buku yang lengkap dalam suasana manis gula hanya gosip yang sebenarnya bisa dikisahkan dalam dongeng Cinderella. Tertawa memang, kapan itu bisa terjadi?! Bibir kuli yang tak lepas dari kata - kata hormat secara dalam, dia berkata, "Mimpi. Semoga Engkau memberikan mimpi itu. Gula? Insya Allah. Tapi mungkin sabar.". Tetesan hujan si kuli membasahi kain putihnya dengan genggaman kuat di dadanya.
Alasan yang bodoh atau yang tidak lolos uji, karena Tuhan menghendaki dan kita hambaNya yang menjalani.